Archive for May, 2009

Shopping Festival Miskin Konsep

Posted in Sharing with tags on May 31, 2009 by hzulkarnain

SSF09Bulan Mei diperingati sebagai hari jadi kota Surabaya, dan pada tahun ini kota kedua terbesar di Indonesia ini dianggap telah menginjak umur ke 716. Sebelum tahun ini, pemerintah daerah kota Surabaya membuat agenda perayaan selama sebulan penuh dengan label Surabaya Big Sale. Baru mulai tahun inilah namanya diubah menjadi Surabaya Shopping Festival, dan penyelenggaranya adalah pelaku pasar bisnis retail di kota ini. Festival belanja ini cukup menggairahkan berbagai mall dan pasar grosir. Lebih dari itu, perayaan ulang tahun kota tidak lagi sekedar seremonial tahunan – yang membosankan.

Tentu saja konsep shopping festival ini bukan sesuatu yang baru, karena di Singapore telah dikenal The Great Singapore Sale, di Hong Kong ada Hong Kong Shopping Festival, atau Jakarta Great Sale (yang nanti akan bernama Festival Jakarta Great Sale). Selama sebulan, warga kota maupun pendatang dimanjakan dengan berbagai macam diskon dari berbagai pelaku bisnis retail, sehingga wisata belanja bisa terbentuk dengan adanya perayaan ini.

Menurut otoritas kotamadya, perubahan dari konsep sebelumnya yang dikelola oleh pemerintah menjadi festival yang ditangani sendiri oleh swasta sejak 2008 silam bertujuan untuk menggalakkan perekonomian kecil menengah. Bila swasta terlibat penuh, mereka akan bertanggung jawab pada keberhasilan festival belanja untuk peringatan berdirinya Surabaya ini. Selain kesiapan seluruh “warga” retail Surabaya, media masa sebagai agen promosi berperan penting sekali, sehingga event tahunan tersebut bisa berjalan seperti yang diharapkan – dan untuk ini harian Jawa Pos bahkan mendedikasikan beberapa halaman untuk reportase SSF.

Spanduk, umbul-umbul, stiker yang bertema SSF bertebaran di penjuru kota, mengingatkan adanya event diskon belanja di segenap penjuru kota. Penempatan yang cukup bagus, tiap orang yang memasuki kota Surabaya akan segera tahu bahwa kota ini sedang mengadakan event. Di mall-mall pendukung SSF, bahkan stiker di rekatkan di lantai keramik mereka. Untuk mendongkrak penjualan, selama penambahan jam operasional diadakan diskon harga besar-besaran justru setelah puncak jam sibuk lewat, sepertinya misalnya Midnight Sale di Giant Hypermarket. Demikian juga di Tunjungan Plaza yang menjadi favorit dan kebanggaan warga Surabaya, diskon besar-besaran dimulai jam 22.00.

Apakah SSF sudah menjadi ajang wisata belanja yang bisa atau pantas membuat nama Surabaya masuk dalam kalender wisata Asia Tenggara – setidaknya? Saya pribadi mengatakan belum. Masih jauh.

Kalau orang bertanya tentang keunikan SSF, rasanya tidak ada yang bisa menjawab. Hal ini dikarenakan SSF 2009 baru berupa gebyar diskon atau belanja agak murah di berbagai retail pendukung festival. Tidak ada bedanya dengan aktivitas diskon yang secara periodik mereka lakukan. Memang yang menarik dan sedikit berbeda adalah, hampir semua butik, kios, counter, gondola, hingga foodcourt di dalam plaza memberikan diskon pada hampir semua item yang mereka jual. Di beberapa plaza bahkan secara khusus menyelenggarakan food festival. Suasana kebersamaan terbangkitkan, menyegarkan mata pengunjung mall dan plaza.

Kalau saya warga kota yang memang sedang ingin beli alat elektronik baru dengan harga lebih murah, atau mau membelikan anak saya pakaian dengan harga diskon seraya cuci mata di mall, SSF memang mencukupi. Sebagai warga kota, saya punya banyak pilihan untuk mendapatkan barang dengan harga diskon di berbagai tempat. Demikian juga kalau saya datang dari beberapa kota lain di Jawa Timur, mungkin SSF merupakan hiburan akhir pekan yang sebaiknya tidak dilewatkan. Akan tetapi, kalau saya orang dari Jakarta apalagi dari tempat lain yang lebih modern, apa yang menarik dari SSF?

Orang tertarik mendatangi sebuah tempat karena memiliki tujuan yang mungkin tidak bisa didapatkan di tempat lain. Kalau yang ditawarkan unik, punya daya pikat tinggi, orang jadi punya alasan untuk datang.

Mungkin memang SSF baru sebatas event yang dirancang untuk memuaskan warga kota Surabaya dan sekitarnya saja, karena secara potensial penduduk Surabaya dan sekitarnya yang mencapai jutaan orang tidak mungkin disepelekan.

Sebuah mall dengan tema khusus seperti Hi-Tech mall mungkin langsung bisa mengusung segmen pasarnya sendiri. Orang pergi ke sana sudah hampir pasti karena kebutuhan akan sarana dan prasarana yang berkaitan dengan komputer. Demikian juga dengan Plasa Marina yang dihuni retailer HP. BG Junction yang punya IT Center menunjukkan geliat serupa, dan karena mall ini juga punya pusat jajanan, food festival diselenggarakan pula di sini.

Kalau pelaku bisnis retail Surabaya bisa memetakan kekuatan supply dan besarnya demand di segenap penjuru kota, bukan tidak mungkin SSF pada tahun-tahun mendatang punya tema yang lebih kuat.

Misalnya, pusat mebel dan aksesoris rumah berada di sekitar Gemblongan dan Baliwerti, maka rasanya tidak berlebihan bila area itu hingga mall BG Junction menjadi area belanja item-item tersebut. Festival makanan tradisional perlu digelar, karena Jawa Timur penuh dengan berbagai makanan lokal yang enak, dan diselenggarakan di tempat umum seperti lapangan maupun di mall besar macam TP. Pasar Grosir Surabaya dan Jembatan Merah Plaza tidak boleh ditinggalkan karena di sanalah pintu gerbang retailer ke berbagai kota lain, khususnya busana muslim dan kerudung. Demikian seterusnya.

Hari ini, tanggal 31 Mei 2009 Surabaya Shopping Festival akan resmi ditutup dengan event yang diselenggarakan di Galaxy Mall. Sekalipun sudah resmi ditutup, kabarnya beberapa tempat masih melanjutkan program diskon hingga minggu pertama Juni.

Semoga SSF tahun depan lebih meriah dengan tema yang lebih jelas.

CAPRESKU CAPRESMU CAPRES KITA

Posted in Sharing with tags on May 20, 2009 by hzulkarnain

Hari sabtu 16 Mei 2009, resmi sudah 3 pasang Capres-Cawapres yang akan berkompetisi dalam pemilihan presiden Juli 2009 mendatang sudah mendaftarkan diri ke KPU. Semuanya hadir ke kantor KPU dengan modifikasi gaya yang disesuaikan dengan konsep masing-masing. Televisi melaporkan kejadian tersebut, bahkan ada yang secara langsung.

Pasangan Capres-Cawapres yang paling dini membentuk koalisi adalah Jusuf Kalla dan Wiranto, selaku ketua umum Golkar dan Hanura. Kecepatan JK dalam membuat keputusan koalisi itu seolah-olah menggambarkan motto-nya: Lebih Cepat Lebih Baik. Kalau ditilik sedikit ke belakang, sebenarnya Wiranto sebelumnya adalah kader Golkar yang di-Capres-kan dari Partai Golkar, namun keluar dan membentuk partai baru setelah kalah dalam pilpres 5 tahun yang lalu. Jadi, sebenarnya JK – Wiranto adalah dua orang dari Partai Golkar.

 

Jusuf Kalla yang juga pengusaha besar mungkin bukan politisi yang fasih berbicara, namun kemampuannya dalam perekonomian tidak diragukan. Orang boleh mengatakan bahwa senior dari Sulawesi Selatan ini tidak memiliki khasisma yang kuat, akan tetapi resource-nya telah terbukti berhasil melengserkan Akbar Tanjung dari kursi kepemimpinan Golkar. Dia adalah penantang yang tidak bisa dianggap remeh.

Pasangannya adalah seorang Jenderal bintang empat yang mahir dalam bicara, selalu mencoba bermain cantik, tetapi sayangnya besar di jaman orde baru. Kalimat dan kata-katanya enak didengar, terkadang filosofis, tetapi entah mengapa tidak banyak orang yang percaya. Mungkin, mendampingi Jusuf Kalla adalah keputusannya yang terbaik, karena elektabilitasnya yang belum jelas.

Nilai jual yang berusaha didongkrak oleh pasangan ini adalah jargon “pasangan  Nusantara”, dengan anggapan bahwa kombinasi Jawa-Luar Jawa adalah kombinasi yang terbaik. Salah satunya harus politisi, yang lain harus militer. Jadi, team sukses pasangan ini yakin sekali sentimen kesukuan akan mendongkrak suara JK – Wiranto dalam Pemilu mendatang. Sebuah asumsi yang sangat perlu dikaji dan diuji.

 

Kontroversi pembentukan pasangan SBY – Boediono berangkat dari pemikiran umum bahwa pasangan Capres- Cawapres haruslah pasangan politisi dari partai politik. Dengan dukungan utama dari partai-partai berbasis agama di parlemen mendatang, SBY harus menetapkan calon wakil presiden secara adil karena bila salah langkah koalisi yang diharapkan jalan akan berantakan begitu saja. Hal ini disebabkan masing-masing peserta koalisi menyiapkan seorang calon untuk mendampingi SBY.

Kinerja SBY dalam memimpin Indonesia selama hampir 5 tahun terakhir (bersama Jusuf Kalla), dan suara yang didulang Partai Demokrat yang sangat signifikan bagaimanapun merupakan magnet yang kuat bagi partai-partai lain untuk merapat. Selain itu, Demokrat tetap merupakan partai yang moderat, cenderung konservatif, namun terkesan modern. Partai ini boleh lahir pasca orde baru, namun tidak berarti tidak berpengalaman karena beberapa tokoh dari partai lain ternyata sudah menyeberang untuk memperkuat barisan kepengurusan partai ini.

Ketika nama Boediono didesas-desuskan menjadi kandidat yang diinginkan SBY, ada rumor yang mengaitkannya dengan PDI-Perjuangan sebab nama ini muncul hampir bersamaan dengan bertemunya Hatta Rajasa dengan Megawati SP. Koalisi menggeliat, khususnya dari PKS dan PAN yang merasa punya pengaruh dalam koalisi tersebut. Terjadi tarik-ulur politik, karena menganggap SBY kurang jelas mengkomunikasikan kemauannya. Pada akhirnya, ketika benar-benar nama itu yang digandeng SBY untuk kursi Cawapres 5 tahun mendatang, koalisi tetap bertahan. Bahkan ketika hari deklarasi, bukan hanya 4 parpol bernuansa Islam di parlemen yang bergabung dalam koalisi, tetapi juga lebih dari 20 parpol kecil lain yang tidak mampu melampaui parliament threshold 2.5%. Sungguh sebuah koalisi yang luar biasa.

Pasangan SBY-Boediono tetap mengusung moto “Lanjutkan!” untuk menekankan prestasi yang telah diraih dan semangat melanjutkan segala yang sudah dicapai selama ini. Nama Boediono yang selama ini dianggap pro-neoliberalisme mungkin akan menjadi sasaran bidik para kompetitor pasangan yang lain. Benteng Boediono yang teknokrat ekonomi memang hanya SBY dan barisan Demokrat, sehingga team sukses Demokrat harus bekerja kerja bila menghendaki Boediono menjadi aset bukan beban SBY dalam pilpres nanti.

 

Megawati Soekarno Poetri sudah dipastikan menjadi calon presiden dari partai kuat PDI Perjuangan sejak awal, karena selama ini hanya dialah yang memiliki daya rekat bagi partai yang mengusung nasionalisme ini. Sejauh ini, tidak ada orang yang berani mencalonkan diri atau merasa cukup pantas menantang kursi kepemimpinan Megawati di dalam partai. Untuk bisa mendorong Mega, PDIP harus mencapai angka 20% kursi parlemen, dan koalisi yang paling logis ternyata adalah Partai Gerindra. Akan tetapi, Gerindra sendiri mencoba bermanuver karena ternyata hanya bisa menjadi calon wakil presiden saja, sebab suara parlemen partai ini hanya sekitar 5 prosen saja.

Setelah Golkar dan Hanura mantap, disusul Demokrat dan gerombolannya yang bersepakat, pada menit-menit terakhir tanggal 15 Mei 2009, PDIP dan Gerindra sepakat membentuk koalisi Capres-Cawapres. Mau tak mau Prabowo harus menurunkan egonya dan menerima tawaran menjadi Cawapres saja. Berat tapi memang itulah kenyataan yang harus dijalani. Prabowo berkilah, Gerindra bersedia berkoalisi dengan PDIP karena visi kerakyatan partai tersebut. Sementara Megawati menghendaki Prabowo memimpin team yang akan meningkatkan ekonomi kerakyatan.

Duet ini cukup melegakan bagi sebagian orang, karena mengharapkan elektabilitas Megawati akan naik dengan masuknya Prabowo ke dalam koalisi. Figur militer Prabowo dan kucuran dana tak terbatas dari keluarga Prabowo mungkin menjadi aset penting bagi PDIP. Sebaliknya, sebagian fans Prabowo merasakan dilema yang tidak mudah diselesaikan. Kalau Prabowo jadi Capres, sekalipun berduet dengan Megawati, mungkin dilema mereka tidak dalam. Akan tetapi, kali ini Prabowo hanya sebagai Cawapres dari Capres yang tidak mereka sukai.

 

Ketiga pasangan merupakan kompetitor yang serius. Kharisma figur calon presiden dan visi kepemimpinan mereka berperan sangat penting untuk mendongkrak image positif mereka di benak rakyat.

Pasangan JK-Wiranto jelas bertumpu pada suara Golkar yang menyebar hingga ke berbagai daerah terpencil dan elektabilitas Jusuf Kalla di wilayah Indonesia Timur. Rasanya, konsep BLT yang disebut-sebut sebagai gagasan JK akan masih dimunculkan di kalangan rakyat kecil. Peran Wiranto mungkin tidak sebesar JK dalam koalisi ini, apalagi 5 tahun yang lalu sudah terbukti namanya tidak memiliki nikai jual yang baik, namun perolehan angka 4%-an di parlemen mungkin bisa memberikan kontribusi.

Pasangan SBY-Boediono jelas hanya bertumpu pada sosok sang Capres, karena Boediono sama sekali tidak banyak dikenal dan tanpa elektabilitas. Suara Demokrat yang sedemikian besar sudah pasti adalah aset yang penting untuk kursi RI-1 ini. Dalam peta koalisi, suara PKS tampaknya akan bulat masuk ke SBY – mengingat selama ini warga PKS patuh pada pimpinan partai. Suara PAN dan PPP sudah mengindikasikan ketidak bulatan, karena beberapa kader partai justru mendukung pasangan JK-Wiranto. PKB mungkin hampir bulat ke SBY, sekalipun dukungan mutlak Muhaimin Iskandar justru dipertanyakan dewan penasihat partai sendiri. Mungkin akan cukup menarik mencermati dukungan dari belasan partai gurem lainnya, dan seberapa signifikan suara yang bisa didulang dari koalisi dengan mereka. Sementara itu, yang juga tak kalah menarik adalah suara pegawai negeri, pensiunan, dan rakyat penerima BLT.

Bagaimana kans Megawati-Prabowo? PDI Perjuangan jelas memiliki suara fanatik, entah karena jargon demokrasinya atau karena trah Bung Karno. Pertanyaannya adalah, seberapa kuat suara ini akan bermain di wilayah-wilayah yang secara konservatif merupakan kantong suara PDI Perjuangan. Suara Prabowo jelas bermain di sementara kaum muda yang menghendaki perubahan, dan jargon ekonomi kerakyatan yang diusungnya selalu enak untuk didengar.

Dari hitungan matematis, suara yang bisa dan mungkin didulang pasangan SBY-Boediono akan sangat besar. Dalam parlemen sendiri, total Demokrat (20%), PKS (8%), PAN (6%), PPP (5%) dan PKB (5%) akan mencapai sekitar 44 – 45 prosen kursi parlemen. Golkar – Hanura berada di kisaran 23%, sementara PDIP – Gerindra akan berkekuatan 22%-an. Namun demikian, sebuah rumor menyebutkan, bila SBY-Boediono tidak bisa menang dalam sekali putaran, posisinya akan cukup gawat, karena siapapun yang tidak masuk dalam putaran kedua akan memasukkan suara kepada pasangan non SBY-Boediono.

Bila pasangan SBY-Boediono ternyata tidak berhasil menjadi presiden-wapres, sungguh menarik melihat dinamika di Senayan, karena koalisi pendukung SBY justru mayoritas di sana.

Mari kita tunggu perkembangannya dalam waktu sebulan ke depan hingga hari H.

Berteman dengan Penderitaan

Posted in Kontemplasi, Sharing with tags on May 16, 2009 by hzulkarnain

Salah seorang karyawan di tempat saya bekerja mengalami kecelakaan dua tahun yang lalu. Masih muda, suka kecepatan, dan bertemu naasnya pada suatu sore sepulang kerja. Karena menghindari sebuah angkot yang berhenti mendadak, ia terjatuh dan kaki kirinya di bawah lutut terlindas truk. Hancur.

Di rumah sakit, rekonstruksi tulang dan jaringan daging pembungkusnya makan waktu berbulan-bulan. Beberapa buah pen platina ditanamkan di sana untuk memperkuat struktur tulang yang belum terbentuk. Ketika rekan IRS Officer menjenguknya, ia hanya berkata pelan:”Saya hancur Pak.” Tentu saja berbagai penghiburan disampaikan agar semangat hidupnya terus menyala, apalagi anaknya masih kecil-kecil.

Saya bertemu dengannya setiap hendak atau setelah shalat Dhuhur, dan memang sekalipun semua luka telah menutup, tulang tersambung, ia masih harus mengenakan sepatu safety khusus yang membuatnya mampu berjalan dengan cukup baik. Ia hanya bisa berjalan pelan, berhati-hati, dan tidak gagah seperti sebelum kecelakaan. Namun demikian, ada sesuatu yang berbeda dan membuat saya terharu.

Ketika saya tanyakan kapan terakhir kontrol, ia katakan beberapa waktu yang lalu. Sekarang jadual kontrol hanya setahun sekali. Terakhir, dokter menyarankan untuk melepas pen agar bisa dilakukan treatment lanjutan. Ada keraguan di matanya, karena pasti biayanya akan besar sekali. Entah bagaimana dia harus membayar kembali pada perusahaan. Di sisi lain, jelas terlihat sikap tatag – tabah dan ikhlas menerima garis nasibnya. Dia bicara tanpa kepahitan, dan menunjukkan kakinya yang – maaf – sedikit deformasi seolah-olah itu adalah luka lecet biasa.

Begitu datar hingga ketika dia mengucapkan: “Ternyata tendon achilles kaki saya ini sudah hancur”, sama nadanya dengan orang yang menjelaskan kemarin dia mengalami diare.

Dia telah bersahabat dengan rasa sakit dan penderitaannya. Tidak ada yang bisa ditolak ketika garis nasib sudah ditentukan oleh Allah, dan satu-satunya yang bisa dilakukan adalah menerima penderitaan tersebut sebagai sahabat hingga mati.

Salah seorang sepupu, putra seorang dokter, besar dengan masalah di salah satu lobus otaknya. Bila terlalu lelah, memakan sesuatu yang mengandung alergen baginya, langsung epilepsi. Obat penahan epilepsi sudah seperti snack kedua baginya, yang harus dimakan tiap 12 jam. Bila terlambat, tinggal tunggu waktu saja datangnya serangan.

Serangan epilepsi tidak berdampak secara fisik, setelah selesai serangan dia akan biasa kembali, normal, bahkan kecerdasannya pun tidak terpengaruh. Sekarang dia telah menjadi dokter. Akan tetapi, tentu saja tiap serangan yang terjadi di tempat umum mendatangkan rasa kasihan pada orang lain. Padahal, dikasihani orang lain adalah hal terakhir yang ingin diminta oleh orang yang bermartabat dan punya harga diri. Saya tidak bisa membayangkan luka emosi yang diterimanya bertahun-tahun ketika mendapatkan serangan epilepsi di tempat umum (saya tidak memperoleh informasi berapa sering dia mengalami serangan ketika berada di tempat umum, tetapi pernah sekali bersama dengan saya seusai sholat Ied waktu itu).

Adiknya yang entah kebetulan atau memang diminta untuk mengawasi kakaknya, sepertinya selalu berada di dekatnya ketika serangan terjadi. Dia membersihkan air liur dan busa yang keluar dari mulut kakaknya yang terkena serangan dengan sabar sambil membisiki kakaknya agar cepat sadar.

Sepupu saya itu tahu bagaimana orang lain menaruh kasihan padanya, namun ia berusaha untuk bersikap wajar. Ia berteman akrab dengan luka hatinya, dan menjadi kawan perjalanan hidupnya.

apa sebenarnya tujuan hidup ini?

apa sebenarnya tujuan hidup ini?

Suatu saat team takmir masjid tempat saya kerja mencari sasaran dhuafa yang perlu memperoleh zakat dan sedekah. Salah seorang yang berhasil ditemui adalah seorang ustadz yang kedua kakinya lumpuh karena kecelakaan. Hidupnya serba kekurangan, dan geraknya yang terbatas membuatnya hanya mampu berada di sekitar musholla tempatnya berdiam. Sehari dua kali ia mengajar mengaji anak-anak desa yang berada di sekitar musholla, pagi dan sore. Pengajaran selesai kalau matahari sudah turun dan tidak memungkinkan anak-anak membaca juz-amma atau Al Qur’an dengan baik. Berapa infaq yang didapatkannya dengan mengajar anak-anak itu? Hampir tidak ada. Kalaupun ada hanya beberapa liter beras, sedikit sayuran, dan sedikit uang.

Tak sedikitpun ia pernah mengeluh, dan tak ada niatannya untuk meminta belas kasihan orang untuk dirinya. Tentu saja ia sangat gembira dengan bantuan takmir masjid kami yang berarti bisa meningkatkan semangatnya mengajar. Namun demikian, uluran zakat dan sedekah tersebut tidak menjadikan tangannya berada di bawah.

Sang ustadz telah ikhlas bersahabat dengan kecacatannya, dan hal itu tidak menjadikannya seorang miskin hati. Mungkin ia memang menerima bagian zakatnya, namun ia tetap membagikan ilmunya pada anak-anak yang membutuhkan.

Sesungguhnya Allah telah menciptakan manusia dengan segala kesempurnaan fisik maupun mentalnya. Dalam proses hidupnya sebagai manusia dewasa, seiring dengan semakin matangnya pertumbuhan fisik, bersamaan dengan kian besarnya nikmat yang dirasakan, berbagai kesulitan dimunculkan untuk menguji manusia. Sebagaimana dalam QS At-Tiin ayat 4 – 6 yang artinya:

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya ,

kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.

 

Cobaan pada manusia tidak berbeda, namun orang beriman yang senantiasa mengerjakan amal saleh tahu bahwa penderitaan mereka bukanlah kesia-siaan. Allah tidak pernah main-main dengan penciptaan-Nya, dan tidak ada yang terjadi pada diri manusia tanpa ijin-Nya. Oleh karena itu, sekalipun mereka terpuruk di tempat yang menghancurkan harga dirinya, Allah menjanjikan bahwa bersama dengan kesulitan ada kemudahan. Selalu ada hikmah dan pelajaran dari segala cobaan, langsung maupun tidak langsung.

Cukup banyak orang yang berusaha survive di tengah masalah yang dideritanya, kesulitan yang menghimpit, dan jalan keluar dari kesulitan yang seolah-olah tidak pernah terlihat. Sebagian menganggap memang itulah garis hidup yang harus mereka jalani, ketentuan Tuhan atas hidup mereka, sehingga tidak ada gunanya berkeluh kesah. Sebagian yang lain, dengan keyakinan penuh bahwa semua kesulitan dan ujian hanya sementara, meretas hari demi hari dengan doa dan usaha, seraya berharap kemudahan dan pertolongan segera tiba.

Sebaliknya, tanpa iman dan amal saleh, orang yang dikenai cobaan akan rapuh. Karena tidak punya pegangan, ada saja jalan yang ditempuh untuk mengatasi penderitaan tersebut. Membunuh diri adalah salah satu contoh, tetapi memang tindakan ini cukup ekstrim. Paling ringan adalah memposisikan tangan di bawah, tidak mensyukuri nikmat Allah bahkan menghinakan diri dengan mengemis. Melacurkan diri demi uang juga merupakan jalan pintas yang kerap di ambil untuk mengamankan badan dari kesengsaraan fisik, khususnya kelaparan dan kurangnya uang.

Saya pernah melihat seseorang yang tidak bisa berteman dengan penderitaannya mengalami kemunduran fisik. Sekalipun penampilan luarnya tidak jauh berbeda, cahaya kehidupan seperti sirna dari wajahnya setelah kelumpuhannya karena kecelakaan. Sama sekali tidak ada hal produktif yang bisa dilakukannya – sekalipun kedua tangannya sehat. Pada akhirnya, ia meninggal karena kondisi jantugnya – yang sebenarnya tidak ada kaitan dengan kelumpuhan kakinya.

Seringkali kita terperangkap dalam sepenggal pikiran saja tatkala kesulitan menimpa. Seolah-olah dunia begitu sempit, gelap, dan tanpa harapan. Terlupakan begitu saja seberapa luas rentang nikmat yang telah diserap dan kemudahan yang selama ini telah dijalani. Kesulitan dan penderitaan yang hanya episode terasa panjang, seperti tidak berujung. Karenanya, orang cenderung mencari cara terpraktis keluar dari himpitan penderitaan tersebut – sekalipun belum tentu cara tersebut dijamin kebaikannya pada diri sang penderita.

Kalau kita pertanyakan alasan orang pergi ke dukun atau tempat pesugihan, jawabannya adalah bosan dengan kemiskinan. Demikian pula dengan mereka yang melakukan pencurian atau perampokan. Salah satu alasan prostitusi adalah bertahan hidup. Ibu yang membunuh bayinya yang baru lahir beralasan malu kalau diketahui orang anaknya lahir tanpa bapak. Bahkan bunuh diri juga merupakan pembenaran bagi sementara orang yang menanggung rasa malu atau tekanan lingkungan yang terlalu besar.

Seolah-olah manusia berhak memilih untuk tidak mengalami penderitaan, sementara kesulitan dan cobaan memang diberikan Allah kepada manusia agar kita selalu memperbaiki diri. Bahkan sebelum lulus sekolah pun, seorang siswa harus mengalami ujian. Tanpa ujian, cobaan, derita, sudah barang tentu manusia. Pergiliran kebahagiaan dan kesedihan, nikmat dan derita, sama pastinya dengan datangnya siang dan malam. Ketika kesedihan dan derita datang, manusia harus optimis bahwa nikmat dan bahagia ada di sisi lain.

Yang menjadi pertanyaan kemudian: Bagaimana kita mengisi kehidupan ini seraya menunggu datangnya nikmat dan bahagia?

Ketika sedang berada dalam cobaan yang berat, kondisi yang paling menyedihkan, itulah kata-kata Allah bahwa kita berada di tempat yang serendah-rendahnya. Akan tetapi kalau kita mau berpegang pada iman, berteman dengan derita yang tidak abadi ini, serta selalu menjalankan amal saleh, insyaallah kemudahan dan kebahagiaan tiba pada saatnya.

Wallahu a’lam bishawab.