Archive for islam

Membunuh Kemajuan Umat Islam

Posted in Sharing, Tausiyah with tags , , on October 26, 2011 by hzulkarnain

Dalam suatu mimbar Jumat di bulan September, sang khotib menukil sebuah artikel yang pernah dibacanya, sebuah tulisan seorang non-muslim tentang kebangkitan Islam. Dikisahkannya, sebagai orang Barat dengan tradisi Nasrani dan sekuler, sang penulis artikel melihat ketaatan orang Islam pada agamanya sungguh kuat. Sholat yang merupakan perwujudan kesujudan pada Tuhan bukan hanya seminggu, bahkan sehari sampai 5 kali, itu dilakukan orang Islam dengan taat. Bulan Ramadhan, mau bersusah payah melaparkan diri dan kehausan hanya semata-mata karena menjalankan perintah Tuhannya. Kemudian, mengeluarkan sebagian harta untuk orang miskin dalam bentuk zakat. Semuanya tanpa pengawasan, semuanya datang dari diri sendiri, tetapi ketaatan umat Islam sungguh tak bisa disangkal. Masjid-masjid selalu dihadiri umat dari berbagai lapisan usia, sementara gereja-gereja di Eropa yang dulu menjadi pusat peradaban Kristen semakin kosong – hanya dihadiri segelintir jemaat berumur lanjut.

Ketakjuban sang penulis tersebut – yang namanya tak pernah disebut oleh sang khotib – membawanya ke penelitian lebih jauh dan membuatnya lebih takjub. Umat Islam di seluruh dunia menjalankan kaidah agamanya sekalipun tidak ada khalifah tunggal seperti halnya agama Katolik. Orang Islam tidak berkumpul dalam wilayah tertentu, melainkan tersebar dalam rentangan geografis yang sangat luas di Asia – bahkan belakangan di Eropa dan Amerika Serikat, namun semuanya menjalankan perintah yang sama dengan cara yang sama seolah-olah digerakkan oleh sesuatu yang besar. Padahal, pengajaran agama ini melalui sekurangnya 4 mazhab besar, dan entah berapa banyak tafsir Qur’an dan Hadits yang tersebar di seluruh dunia. Islam adalah agama dengan perkembangan yang terhebat di Eropa, Amerika, dan dunia.

Meskipun Nabi Muhammad sudah wafat sekian abad silam, pengaruh pengajarannya masih sedemikian kuat. Bukan hanya memimpin umat Islam dalam agama, beliau juga seorang kepala pemerintahan, panglima perang, waktu mudanya menjadi wirausahawan, yang mengajarkan semuanya sebagai sebuah pengetahuan yang komprehensif. Segenap perilaku dan ucapannya adalah pengejawantahan Al-Qur’an sebagai kitab suci yang dibawanya. Jadi, orang Islam menjalankan Islam tidak sekedar menjalankan syariat agama tetapi juga cara hidup dan berperilaku Islami.

Dalam kesimpulannya, artikel itu menyebutkan bahwa kunci dari semua kekuatan Islam adalah Al-Qur’an. Sebenarnya, inilah negeri bayangan (virtual country) yang bernama Islam itu. Di sanalah umat Islam tinggal dan menjalankan semua peri kehidupannya. Jadi, bila ingin meruntuhkan orang Islam, bukan dengan kekerasan fisik atau penindasan. Sudah terbukti bahwa penindasan, kekerasan, bahkan penjajahan ternyata tidak mampu menjauhkan kaum muslimin dari agamanya. Cara yang tersisa hanya satu: menjauhkan orang Islam dari Al-Qur’an. Karena, Al-Qur’an adalah pedoman hidup yang luar biasa dan memberi inspirasi tiada habisnya. Bila orang Islam sudah tidak lagi mempercayai kitan suci ini, mereka akan mudah digoyang dan tinggal menunggu kejatuhan.

Menurut sang khotib, ini adalah pengakuan jujur dari seorang non-muslim. Sebuah pengakuan – tetapi (bagi saya) juga ancaman terbuka dari pihak-pihak yang tidak menyukai bangkitnya kultur Islam sebagai pandangan hidup. Inilah sebabnya modus untuk melunturkan keimanan orang Islam tidak sekonvensional dulu lagi, yang kebanyakan berupa kekerasan atau tipu daya berlandaskan ekonomi. Modus semacam itu, kalaupun berhasil pada satu dua orang, tampaknya tidak akan berhasil mengubah pikiran massa Islam.

Langkah paling logis setelah tidak berhasil menekuk peradaban Islam dengan kekerasan adalah membuat umat Islam meragukan Al-Qur’an. Hal pertama yang bisa diperdebatkan adalah asal usul Al-Qur’an dan logika di dalamnya, yang dirujukkan pada cara orang Barat dan Yahudi berlogika. Beberapa debat seperti ini (yang akhirnya jadi debat kusir tiada akhir) bisa dijumpai dalam pemikiran liberal orang-orang JIL. Saya tidak hendak mengatakan JIL identik dengan model berpikir seperti ini, tetapi pemikiran yang liberal bebas seperti ini diwadahi dalam JIL. Bagi saya pribadi, manusia diberi akal untuk menalar dan berlogika, baik dengan pikiran maupun perasaan. Ini sudah menjadi ketentuan dari Allah, dan karena Indonesia bukan negara Islam, silakan saja siapa saja berpikir bebas tentang Islam dan Al-Qur’an. Yang jelas, Al-Qur’an sudah ada yang menjaga, dan hingga akhir jaman akan selalu ada orang yang meneguhkan kemurnian kalam Allah ini. Ini juga menjadi ketentuan Allah di dalam Al-Qur’an.

Kotbah sang khotib berhenti di sini. Tetapi saya pernah membaca hal yang lebih jauh lagi.

Dari beberapa sumber yang cukup banyak beredar, misalnya majalah Hidayatullah, beberapa buletin Jumat berbasis salafi, pengajian-pengajian, disebutkan bahwa ancaman paling serius yang berpotensi besar menjauhkan umat Islam dari Al-Qur’an adalah cara terhalus bagi generasi muda … yakni gaya hidup “modern”. Ini adalah tipu daya kaum Yahudi. Gaya hidup modern yang hedonistik, yang memuja kesenangan fisik, membuat generasi muda yang secara akidah tidak terkawal mudah terjerumus ke dalam kemaksiatan. Generasi muda adalah kata kunci pertama, dan hedonistik adalah kata kunci kedua. Sambungkan kedua kata kunci ini, maka bila berhasil umat Islam akan kehilangan sebuah generasi yang penting. Cara ini butuh waktu, tetapi dampaknya sangat luar biasa.

Kekuatan sebuah bangsa bisa dilihat dari generasi mudanya. Semakin kuat dan tangguh mereka, kian berkarakter mereka, maka generasi muda tersebut bisa menopang tegaknya bangsa. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa, bila pemuda di sebuah negeri (setingkat kota sekarang ini) rajin solat subuh berjamaah, tidak ada kekuatan asing yang berani menyerang negeri itu. Bila pemudanya sudah lemah, tidak lagi tergerak untuk solat subuh berjamaah, keruntuhan tinggal menunggu waktu.

Bangsa ini mungkin sedang dalam posisi yang kurang baik, tetapi pertolongan Allah selalu muncul. Kita beruntung, sisi religius bangsa ini masih cukup mudah digerakkan, sehingga sekularisme tidak bergerak cepat sebagaimana yang muncul di Turki dan Mesir. Elemen masyarakat sendiri juga tidak menghendaki sekulerisme yang memisahkan urusan agama dengan peri kehidupan sehari-hari merebak di Indonesia. Pancasila menghendaki agama sebagai panduan tiap penduduk Indonesia.

Menjadi Islam haruslah kaffah, mendekatkan diri dengan jalan Allah dengan wujud melaksanakan tuntunan Al-Qur’an dan Hadits. Kehilangan keduanya sama saja dengan kehilangan Islam. Untuk tetap menjadi muslim yang kuat, hanya satu cara yang ada yakni memperkuat ikatan dengan mengaji Al-Qur’an dan memahami isinya, melalui guru dan pembimbing yang mumpuni.

 

Islam Yang Humanis

Posted in Kontemplasi, Sharing, Tausiyah with tags , , , , on April 17, 2011 by hzulkarnain

Herdian Zulkarnain

Pada hari Jumat kemarin, lembar Jumat yang disediakan secara gratis bagi jama’ah punya judul yang tidak terlalu istimewa: Wajib Mencitai Sesama Muslim. Tapi, isi di dalamnya ternyata memberikan pencerahan yang luar biasa.

Pada suatu saat, Rasulullah SAW sedang bersama para sahabat saat seorang lelaki yang tidak familiar bagi para sahabat tersebut melintas. Artinya, tentunya orang tersebut bukanlah seseorang yang kerap mereka jumpai di masjid. Rasulullah lantas mengatakan bahwa orang itu adalah ahli surga. Bukan hanya sekali, hingga tiga kali beliau mengatakan hal tersebut.

Mungkin dengan agak bingung dan gusar, sahabat Abdullah bin Umar bertanya, “Ya Rasulullah, mengapa engka mengatakan itu kepada kami, padahal selama ini kami tidak pernah mengenalinya sebagai sahabatmu? Sedangkan terhadap kami sendiri yang selalu mendampingimu engkau tidak pernah mengatakan hal itu.”

Dengan bijak Rasulullah menjawab dengan singkat, “Jika engkau ingin tahu tentang apa yang aku katakan, silakan tanyakan sendiri padanya.”

Siapa yang tidak penasaran? Akhirnya Abdullah berkunjung ke rumah lelaki itu dan mengamatinya. Ternyata, selama di sana Abdullah bin Umar tidak melihat hal yang istimewa dalam ibadahnya. Karena tidak memperoleh informasi dari pengamatan, Abdullah kemudian mencari tahu secara verbal. Ia lantas bercerita tentang komentar Rasulullah atas dirinya tempo hari, saat dia melintas di depan Rasulullah. Apa jawaban lelaki itu?

kesederhanaan dalam cinta kasih

Dengan tersenyum ia berkata, “Sesungguhnya aku tidak pernah melakukan apa-apa. Aku bahkan tidak punya kekayaan apa-apa, baik ilmu maupun harta yang bisa aku sedekahkan. Yang aku miliki hanyalah kecintaan. Kecintaan kepada Allah, kepada Rasulullah, dan kepada sesama manusia. Dan setiap malam menjelang tidur, aku selalu berusaha menguatkan rasa cinta itu, sekaligus berusaha menghilangkan perasaan benci yang ada kepada siapa saja. Bahkan terhadap orang kafir sekalipun.

Sebuah sikap dan perilaku yang bersahaja dalam penegakan Islam di atas kaidahnya yang agung! Dengan jujur ia mengaku bukan ahli agama (sehingga tidak bisa mengajari orang lain), bukan ahli sedekah harta (karena termasuk orang yang miskin), dan bahkan Abdullah bin Umar pun menyaksikan bahwa caranya beribadah tidaklah istimewa (sehingga tidak bisa berlama-lama bersujud dan berkumpul dalam mejalis taklim karena mencari nafkah). Sampai di sini, lelaki itu memiliki ciri universal kebanyakan manusia di muka bumi ini yang: seorang pekerja atau buruh yang miskin dan tidak pandai. Tapi kecintaannya pada Allah, Rasulullah, dan kehidupan manusia sungguh membedakan dia dengan manusia lainnya.

Mungkin yang disampaikan dan dilakukan orang tersebut tidak canggih, tidak berhiaskan istilah yang muluk, bahkan tidak inspiratif karena dilakukan dalam diam sehingga tidak bisa disaksikan orang lain, tetapi dia telah menterjemahkan dengan akurat esensi Islam sebagai rahmatan lil alamin dan perwujudan hablum minallah – hablum minannas yang sebenarnya.

Sepenggal kisah dalam buletin Jumat itu menggugah kembali ingatan saya pada ucapan seorang teman, yang kala itu mengomentari kiprah Gus Dur. Sebagai seorang tokoh, tentu saja orang sekaliber Gus Dur selalu punya orang yang mengagumi dan membencinya. Orang yang mengagumi mengatakan bahwa beliau ini punya pemikiran yang dalam, luas, dan seringkali melebih jamannya. Bahkan ada yang menyebutnya seorang wali – karena seperti weruh sakdurunge winarah (tahu sebelum terjadi). Gus Dur juga seorang humanis sejati, yang selalu menempatkan sisi kemanusiaan dalam konteks ke-Islam-an yang menjadi pemahamannya. Uniknya, pengagum Gus Dur justru banyak datang dari agama lain, termasuk para ulamanya.

sang guru bangsa

Pihak yang membenci Gus Dur mengataka bahwa konsep pluralitas yang digembar-gemborkan Gus Dur telah melenceng dan melecehkan Islam – karena secara tekstual disebutkan bahwa agama yang diridhoi Allah di muka bumi adalah Islam. Cara bepikir Gus Dur yang meloncat-loncat, tidak patuh pada sistematika berpikir, membuatnya dianggap tidak bisa diandalkan dan akhirnya menjadi sasaran tembak lawan politiknya saat beliau menjabat sebagai Presiden. Anehnya, orang yang tidak suka pada Gus Dur adalah orang Islam sendiri, yang tidak menyukai gaya Gus Dur dalam menginterpretasikan Islam.

Teman saya, yang jelas merupakan pengagum Gus Dur, mengatakan: “Gus Dur itu hendak menanamkan merah putih di halaman orang Islam. Pada saat yang sama beliau ingin memayungkan Islam di bumi merah putih.” Interpretasi sederhana yang menggambarkan Gus Dur secara cukup lengkap.

Gus Dur selalu ingin berkata pada orang Islam di Indonesia bahwa negara ini berbasis demokrasi, nasionalisme, dan keragaman. Kita ini hidup berdampingan dengan orang-orang dari agama yang berbeda, tapi kita semua adalah mahluk ciptaan Allah. Pada saat yang sama, Gus Dur ingin mengatakan bahwa Islam adalah rahmatan lil alamin. Sekalipun bumi merah putih ini penuh keragaman, di bawah keagungan Islam sebagai agama yang dianut mayoritas warga, kehidupan selalu akan penuh keadilan dan ketenteraman.

Saat diterima oleh kaum Anshor di Madinah, siroh Nabi Muhammad menceritakan bagaimana pluralitas berjalan dengan baik di kota yang sebelumnya bernama Yatsrib itu. Sebagai agama baru yang cepat diterima, diadaptasi, dan diadopsi oleh para penduduk Madinah, Islam berdampingan dengan pemeluk nasrani dan yahudi. Sayangnya kaum yahudi yang merasa kuat kemudian mengkhianati perjanjian yang sudah disepakati sebelumnya sehingga terjadi perang.

Rasulullah sendiri selalu welas asih pada orang beragama lain, sekalipun secara pribadia dia dihina oleh mereka. Mungkin banyak yang sudah mengetahui kisah pengemis Yahudi buta yang selalu mencaci maki Rasulullah di pojok pasar, tetapi dengan telaten Rasulullah SAW justru datang setiap hari untuk menyuapinya dengan kurma masak hingga beliau wafat, tanpa orang Yahudi ini tahu identitas orang yang mengasihinya.

Setelah Rasulullah wafat, ada sahabat lain yang membantu Yahudi pengemis tua ini makan. Tapi Yahudi rewel ini malah marah-marah, “Kamu bukan orang yang biasa membantu aku. Tindak-tanduknya jauh lebih halus, dan dia melembutkan kurma yang disuapkan padaku dengan baik sehingga aku yang sudah tak bergigi ini bisa menelannya dengan mudah.”

Sahabat itu minta maaf, lantas menjelaskan bahwa orang yang selama ini membantunya telah wafat. Yahudi tua itu tentunya sangat terkejut. Dan lebih syok lagi setelah tahu bahwa orang itu adalah Muhammad, orang yang selalu dicaci makinya. Dengan tangisan keinsyafan, konon Yahudi tua itu akhirnya berikrar dua kalimah syahadat.

Orang punya kebebasan dalam menginterpretasikan Islam, sesuai dengan keyakinannya masing-masing. Ada yang menyukai Islam dalam wujud tekstual seperti yang tertulis dalam kitab-kitab Allah dan sunnah Rasul, ada yang membumikan Islam secara esensial sesuai dengan bumi tempatnya berkembang, hingga sinkretisme yang dianggap kebenaran bagi sebagian orang. Dengan populasi terpadat ke-4 di dunia, Indonesia memiliki pemeluk Islam terbesar di dunia, dan untunglah mayoritas bangsa ini punya sifat dasar yang toleran sehingga tidak mudah menumpahkan darah orang lain. Mungkin media massa suka menggambarkan kelompok-kelompok ormas yang suka memaksakan kehendak mereka, tetapi karena pihak lain menanggapinya dengan bijak, ketegangan dan kekerasan tidak berlangsung lama apalagi berlarut-larut.

musyawarah - toleransi khas Indonesia

Kalaupun ada sejarah ketegangan dan pertumpahan darah antar agama, itu adalah lembaran yang memang tidak bisa dihindarkan lagi. Akan tetapi, dengan kejadian pahit itu semua pihak lantas mau belajar untuk lebih mengendalikan diri. Bibit perpecahan akan selalu ada, tetapi bila umat Islam selaku mayoritas senantiasa mengedepankan semangat Islam rahmatan lil alamin, maka seharusnya tidak perlu ada darah yang tertumpah.

Kalau kita melihat carut marutnya kondisi di Afrika Utara (Libya, Mesir, Tunisia), di jazirah Arab (Yaman, Bahrain, Irak, bahkan mulai mengancam negara lainnya), dan tentunya Pakistan dan Afghanistan, betapa bersyukurnya kita hidup di Indonesia. Betapa bersyukurnya kita memiliki pluralitas yang terkendali seperti ini, dan Indonesia dikenal di dunia sebagai negara Islam moderat serta dihormati di Barat maupun di antara negara-negara Islam sebagai penengah.

Bila kemudian kita mulai mendapati ekstremisme mulai berkembang di bumi kita ini, marilah kita mendoakan agar semuanya kembali pada konsep awal Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin. Membela Islam tidak harus dengan mengangkat senjata, karena sebenarnya pertumpahan darah adalah jalan terakhir yang ditempuh Rasulullah. Bila senjata sudah menjadi pilihan pertama dalam membela agama yang agung ini, maka penganut Islam di Indonesia mungkin sudah mulai kehilangan arah esensi rahmatan lil alamin yang mendasari Islam.

ISLAMOFOBIA DI AMERIKA: Transisi Bangkitnya Sebuah Peradaban (2)

Posted in Sharing with tags , , , , , on September 21, 2010 by hzulkarnain

Wilayah Sheboygan - Michigan

Mansoor Mirza adalah seorang dokter, bertempat tinggal di sebuah desa di wilayah kota Wilson, Sheboygan County, Wisconsin, dan sudah menjadi dokter selama sekurangnya 5 tahun di rumah sakit setempat, Manitowoc Hospital. Mayoritas pasiennya – tentu saja – orang kulit putih yang tidak perduli tentang ras dan agama si dokter saat berbicara tentang sakit mereka. Dr. Mirza sedang mengajukan proposal pendirian masjid di atas sebidang lahan yang dimilikinya tidak jauh dari rumah sakit tempatnya bekerja. Menurutnya, tidak akan ada masalah, mengingat tanah yang dipakai adalah miliknya, ia sudah lama tinggal di sana, dan ia dikenal baik di kota tersebut karena profesinya. Tetapi kenyataannya tidak demikian.

Saat sidang dengar pendapat dengan komisi perencanaan kots Wilson (populasi 3,200), semua pertanyaan yang menyakitkan hati segera saja susul menyusul. Sesuatu yang tidak pernah ia dengar selama praktik dokternya. Hujatan dan itikad permusuhan terhadap proposal menguat, dan tidak ada hubungannya dengan peraturan daerah. Objek dari semua kebencian mereka hanya satu: agaman Dr. Mirza. Mereka menuduh Islam sebagai agama kebencian, Muslim akan menghapuskan agama Kristen dan ada 20 camp training jihad di tersembunyi berbagai wilayah pedesaan Amerika (yang sekarang sibuk menyiapkan gelombang teroris berikutnya). Anak-anak Kristen sudah cukup bermasalah dengan narkoba, alkohol, dan pornografi, jadi jangan lagi ditambah dengan kekhawatiran tentang Islam juga. Yang seorang mengatakan,”Aku tidak mau berurusan dengan hal itu.” Yang lain berkata,”Menurut aku, ini bukan seperti Amerika.”

Dr. Mirza ingat, beberapa orang memang berusaha untuk menenangkan persidangan. Dalam catatan sidang yang berhasil dikutip TIME, sementara anggota sidang juga menghendaki untuk tidak melakukan generalisasi yang terlalu luas. Tetapi, semuanya tidak menetralisir ekspresi kecurigaan dan permusuhan terhadap Islam dan Muslim. Dokter yang lahir di Pakistan 38 tahun silam tersebut masih lebih kaget lagi, saat orang-orang yang biasa mendatanginya di rumah sakit dan memperlakukannya dengan rasa hormat, bertanya apakah di dalam masjid yang akan dibangun itu ada senjata atau pelatihan militer.

Bentuk masjid di AS - sederhana

Di Sheboygan, kaum Muslim mencapai angka 100-an orang, dan mereka menganggap Mirza terlalu naif dengan menganggap pembangunan masjid ini perkara mudah. Kaum Muslim tersebut kebanyakan berasal dari Bosnia dan Albania yang melarikan diri ke AS untuk menghindari tekanan Serbia setelah runtuhnya Yugoslavia. Ketakutan mereka pada masa lalu membuat mereka berusaha untuk tetap menyembunyikan identitas agama mereka, bahkan  takut ide pembangunan masjid akan menarik perhatian masyarakat. Ketakutan mereka ternyata tidak terlalu keliru. Setelah rapat di dewan kota, seorang pendeta lokal di Oostburg mulai mengkampanyekan perlawanan terhadap proyek pendirian masjid itu. Pendeta Wayne DeVrou, dalam kampanyenya mengatakan:”Tujuan politis Islam adalah mendominasi dunia dengan ajarannya … dan harus mendominasi semua agama di dunia secara militer.”

Selain Park51 dan masjid milik Mansoor Mirza, ada 6 projek masjid lain di Amerika Serikat yang menghadapi tantangan pahit. Misalnya, di Temecula California pada bulan Juli lalu sekelompok orang membawa anjing sebagai protes pada tempat sembahyang kaum Muslim, karena mereka tahu anjing dianggap najis dalam Islam. Di Gainsville Florida, seorang pendeta bahkan mengumumkan rencana pembakaran salinan Al-Qur’andalam peringatan 9/11, dengan meyakini bahwa Yesus juga akan membakarnya karena “tidak suci”. Ada lagi kelompok yang menyebut diri mereka Freedom Defense Initiative and Stop the Islamization of America men-sponsori iklan yang menawari kaum Muslim “jalan keselamatan” untuk keluar dari Islam – semacam bujuk rayu yang dulu sekali diarahkan pada pemeluk Yahudi dan Katolik Roma. Selain cara-cara langsung, banyak pula serang secara online via website dan blog, dengan maksud menjangkau lebih jauh pemerhati.

Rencana pengeboman di Times Square oleh Faisal Shahzad dan insiden penembakan yang melibatkan Mayor Nidal Hasan di Fort Hood, yang secara luas dipublikasikan dan dicermati oleh warga Amerika, membuat imigran keturunan Timur Tengah menjadi sasaran kecurigaan. Salah seorang imigran asal Irak di Dearborn memperhatikan perubahan tetangganya setelah insiden di Times Square. Katanya,”Dua hari setelah kejadian itu, saya sedang memasukkan beberapa kantong di mobil, dan seorang tetangga lewat seraya mengintip dari belakang. Aku melihat langsung ke matanya, dan aku tahu apa yang sedang dipikirkannya.”

Ketakutan pada Islam atau Islamofobia tampaknya akan menjadi isu mainstream dalam perpolitikan Amerika. Islam dibawa dalam dua moda yang tidak lazim di Amerika, yakni garis rasial dan bahasa. Kaum Muslim di Amerika, sebagaimana yang ada di belahan Eropa, berasal dari imigran Asia dan mungkin Afrika. Kebanyakan dari mereka tidak atau belum berbahasa Inggris. Bahasa Al-Qur’an adalah Arab, tidak diterjemahkan langsung sebagaimana Bible, sehingga semua yang melihat terjemahan kitab suci Muslimin ini akan melihat tulisan Arab. Komunitas Islam juga tidak memiliki pimpinan yang jelas dan pasti, seperti seorang pendeta di kalangan kulit putih Amerika yang menjadi pemimpin informal dan spiritual. Perbedaan-perbedaan ini membawa prasangka.

Amerika memang secara konsisten membutuhkan “musuh” di luar, agar perhatian masyarakat teralih dari Gedung Putih dan Capitol Hill. Pasca berakhirnya perang dingin dengan Uni Soviet dan banyak negara Eropa Timur anggota Pakta Warsawa, Amerika yang melakukan ekspansi di Timur Tengah melihat Islam sebagai peradaban baru yang harus diwaspadai. Osama Bin Laden yang dulu di-back up CIA untuk menggusur Soviet dari Afghanistan sekarang berubah menjadi icon teroris yang dikejar-kejar, dan dikhawatirkan menyusup ke negeri Amerika untuk melumpuhkan bangsa itu dari dalam. Kebetulan Osama Bin Laden dan kelompoknya adalah Kaum Muslim juga …. Sungguh kebetulan?

Amerika yang konon punya detektor tercanggih, bisa melihat orang di manapun di seluruh dunia, sanggup melumpuhkan dan menegakkan pemerintahan manapun di dunia, dan punya persenjataan terbaik di dunia, tidak sanggup menghabisi seorang Osama Bin Laden yang katanya bersembunyi di pegunungan dalam waktu singkat. Menurut saya, jawabannya hanya satu: Amerika tidak mau menghabisi Osama Bin Laden sekarang. Karena Amerika butuh lawan abadi.

Masjid Sheboygan telah berdiri

Bila Osama dianggap terlalu jauh, Muslim Amerika lah yang dianggap duri dalam daging, dan apapun yang terkait dengan kebangkitan peradaban Islam akan dicurigai. Upaya mendiskreditkan Islam demikian kuat, namun justru orang-orang berakal kian tertarik untuk keluar dari mainstream dan mengkaji Islam secara objektif.

Catatan: Masjid Dr. Mansoor Mirza akhir disetujui untuk dibangun, dan komunitas Islam telah mengubah bangunan yang ada menjadi masjid. Sebuah tragedi kematian gadis Islam dalam sebuah tragedi pembunuhan telah menyatukan umat Islam dan non-Islam di Sheboygan, yang membuat mereka mencoba saling memahami.