Mansoor Mirza adalah seorang dokter, bertempat tinggal di sebuah desa di wilayah kota Wilson, Sheboygan County, Wisconsin, dan sudah menjadi dokter selama sekurangnya 5 tahun di rumah sakit setempat, Manitowoc Hospital. Mayoritas pasiennya – tentu saja – orang kulit putih yang tidak perduli tentang ras dan agama si dokter saat berbicara tentang sakit mereka. Dr. Mirza sedang mengajukan proposal pendirian masjid di atas sebidang lahan yang dimilikinya tidak jauh dari rumah sakit tempatnya bekerja. Menurutnya, tidak akan ada masalah, mengingat tanah yang dipakai adalah miliknya, ia sudah lama tinggal di sana, dan ia dikenal baik di kota tersebut karena profesinya. Tetapi kenyataannya tidak demikian.
Saat sidang dengar pendapat dengan komisi perencanaan kots Wilson (populasi 3,200), semua pertanyaan yang menyakitkan hati segera saja susul menyusul. Sesuatu yang tidak pernah ia dengar selama praktik dokternya. Hujatan dan itikad permusuhan terhadap proposal menguat, dan tidak ada hubungannya dengan peraturan daerah. Objek dari semua kebencian mereka hanya satu: agaman Dr. Mirza. Mereka menuduh Islam sebagai agama kebencian, Muslim akan menghapuskan agama Kristen dan ada 20 camp training jihad di tersembunyi berbagai wilayah pedesaan Amerika (yang sekarang sibuk menyiapkan gelombang teroris berikutnya). Anak-anak Kristen sudah cukup bermasalah dengan narkoba, alkohol, dan pornografi, jadi jangan lagi ditambah dengan kekhawatiran tentang Islam juga. Yang seorang mengatakan,”Aku tidak mau berurusan dengan hal itu.” Yang lain berkata,”Menurut aku, ini bukan seperti Amerika.”
Dr. Mirza ingat, beberapa orang memang berusaha untuk menenangkan persidangan. Dalam catatan sidang yang berhasil dikutip TIME, sementara anggota sidang juga menghendaki untuk tidak melakukan generalisasi yang terlalu luas. Tetapi, semuanya tidak menetralisir ekspresi kecurigaan dan permusuhan terhadap Islam dan Muslim. Dokter yang lahir di Pakistan 38 tahun silam tersebut masih lebih kaget lagi, saat orang-orang yang biasa mendatanginya di rumah sakit dan memperlakukannya dengan rasa hormat, bertanya apakah di dalam masjid yang akan dibangun itu ada senjata atau pelatihan militer.
Di Sheboygan, kaum Muslim mencapai angka 100-an orang, dan mereka menganggap Mirza terlalu naif dengan menganggap pembangunan masjid ini perkara mudah. Kaum Muslim tersebut kebanyakan berasal dari Bosnia dan Albania yang melarikan diri ke AS untuk menghindari tekanan Serbia setelah runtuhnya Yugoslavia. Ketakutan mereka pada masa lalu membuat mereka berusaha untuk tetap menyembunyikan identitas agama mereka, bahkan takut ide pembangunan masjid akan menarik perhatian masyarakat. Ketakutan mereka ternyata tidak terlalu keliru. Setelah rapat di dewan kota, seorang pendeta lokal di Oostburg mulai mengkampanyekan perlawanan terhadap proyek pendirian masjid itu. Pendeta Wayne DeVrou, dalam kampanyenya mengatakan:”Tujuan politis Islam adalah mendominasi dunia dengan ajarannya … dan harus mendominasi semua agama di dunia secara militer.”
Selain Park51 dan masjid milik Mansoor Mirza, ada 6 projek masjid lain di Amerika Serikat yang menghadapi tantangan pahit. Misalnya, di Temecula California pada bulan Juli lalu sekelompok orang membawa anjing sebagai protes pada tempat sembahyang kaum Muslim, karena mereka tahu anjing dianggap najis dalam Islam. Di Gainsville Florida, seorang pendeta bahkan mengumumkan rencana pembakaran salinan Al-Qur’andalam peringatan 9/11, dengan meyakini bahwa Yesus juga akan membakarnya karena “tidak suci”. Ada lagi kelompok yang menyebut diri mereka Freedom Defense Initiative and Stop the Islamization of America men-sponsori iklan yang menawari kaum Muslim “jalan keselamatan” untuk keluar dari Islam – semacam bujuk rayu yang dulu sekali diarahkan pada pemeluk Yahudi dan Katolik Roma. Selain cara-cara langsung, banyak pula serang secara online via website dan blog, dengan maksud menjangkau lebih jauh pemerhati.
Rencana pengeboman di Times Square oleh Faisal Shahzad dan insiden penembakan yang melibatkan Mayor Nidal Hasan di Fort Hood, yang secara luas dipublikasikan dan dicermati oleh warga Amerika, membuat imigran keturunan Timur Tengah menjadi sasaran kecurigaan. Salah seorang imigran asal Irak di Dearborn memperhatikan perubahan tetangganya setelah insiden di Times Square. Katanya,”Dua hari setelah kejadian itu, saya sedang memasukkan beberapa kantong di mobil, dan seorang tetangga lewat seraya mengintip dari belakang. Aku melihat langsung ke matanya, dan aku tahu apa yang sedang dipikirkannya.”
Ketakutan pada Islam atau Islamofobia tampaknya akan menjadi isu mainstream dalam perpolitikan Amerika. Islam dibawa dalam dua moda yang tidak lazim di Amerika, yakni garis rasial dan bahasa. Kaum Muslim di Amerika, sebagaimana yang ada di belahan Eropa, berasal dari imigran Asia dan mungkin Afrika. Kebanyakan dari mereka tidak atau belum berbahasa Inggris. Bahasa Al-Qur’an adalah Arab, tidak diterjemahkan langsung sebagaimana Bible, sehingga semua yang melihat terjemahan kitab suci Muslimin ini akan melihat tulisan Arab. Komunitas Islam juga tidak memiliki pimpinan yang jelas dan pasti, seperti seorang pendeta di kalangan kulit putih Amerika yang menjadi pemimpin informal dan spiritual. Perbedaan-perbedaan ini membawa prasangka.
Amerika memang secara konsisten membutuhkan “musuh” di luar, agar perhatian masyarakat teralih dari Gedung Putih dan Capitol Hill. Pasca berakhirnya perang dingin dengan Uni Soviet dan banyak negara Eropa Timur anggota Pakta Warsawa, Amerika yang melakukan ekspansi di Timur Tengah melihat Islam sebagai peradaban baru yang harus diwaspadai. Osama Bin Laden yang dulu di-back up CIA untuk menggusur Soviet dari Afghanistan sekarang berubah menjadi icon teroris yang dikejar-kejar, dan dikhawatirkan menyusup ke negeri Amerika untuk melumpuhkan bangsa itu dari dalam. Kebetulan Osama Bin Laden dan kelompoknya adalah Kaum Muslim juga …. Sungguh kebetulan?
Amerika yang konon punya detektor tercanggih, bisa melihat orang di manapun di seluruh dunia, sanggup melumpuhkan dan menegakkan pemerintahan manapun di dunia, dan punya persenjataan terbaik di dunia, tidak sanggup menghabisi seorang Osama Bin Laden yang katanya bersembunyi di pegunungan dalam waktu singkat. Menurut saya, jawabannya hanya satu: Amerika tidak mau menghabisi Osama Bin Laden sekarang. Karena Amerika butuh lawan abadi.
Bila Osama dianggap terlalu jauh, Muslim Amerika lah yang dianggap duri dalam daging, dan apapun yang terkait dengan kebangkitan peradaban Islam akan dicurigai. Upaya mendiskreditkan Islam demikian kuat, namun justru orang-orang berakal kian tertarik untuk keluar dari mainstream dan mengkaji Islam secara objektif.
Catatan: Masjid Dr. Mansoor Mirza akhir disetujui untuk dibangun, dan komunitas Islam telah mengubah bangunan yang ada menjadi masjid. Sebuah tragedi kematian gadis Islam dalam sebuah tragedi pembunuhan telah menyatukan umat Islam dan non-Islam di Sheboygan, yang membuat mereka mencoba saling memahami.