Semangat Kebangsaan dan Sportivitas

Garuda di dadaku ....

Catatan menjelang leg ke-2 Indonesia v Malaysia final Piala AFF 29 Desember 2010

Apa topik terhangat di penghujung tahun ini? Sudah pasti adalah piala AFF dan timnas Indonesia yang merangsek ke babak final dengan rekor sempurna – tak pernah kalah sepanjang babak penyisihan.

Alasan kedua kegilaan orang Indonesia pada timnas adalah magnet Bachdim dan Gonzales. Tidak bisa dipungkiri, kehadiran dua orang asing di dalam tubuh tim merah-putih turut mendongkrak kinerja mereka, sehingga pergerakan mereka sangat enak ditonton. Dan gol demi gol yang dilesakkan ke gawang lawan seolah pompa semangat nasionalisme yang belakangan ini mulai diragukan. Rekor Gonzales dalam kompetisi lokal sudah tidak perlu diragukan, karena beberapa kali menjadi top skorer, dan naluri pembunuhnya sangat berharga bagi timnas. Adapun Irfan Bachdim, yang sebenarnya belum banyak bicara di kancah lokal, adalah produk besutan tim junior negeri Belanda – dan karenanya banyak menjanjikan prospek masa depan. Apalagi, wajah tampannya yang baby face begitu digandrungi cewek-cewek Indonesia. Kehadiran Irfan telah merebut hati banyak perempuan muda, sehingga mereka jadi tertarik menonton timnas berlaga.

Ketika timnas kalah dalam leg pertama, dan diduga keras karena campur tangan suporter Malaysia yang nakal, serentak kemarahan merebak di penjuru negeri. Bukan soal sentimen antar bangsa yang belakangan merebak, tetapi karena kekecewaan kalahnya timnas. Di layar kaca terlihat jelas berkas-berkas sinar hijau menerpa kaos putih dan wajah pemain kita saat melakukan tendangan penjuru, yang konon berasal dari pointer laser, dan itu dijadikan kambing hitam kekalahan timnas. Semangat membara para suporter memberikan dorongan dan keyakinan akan kemenangan dalam leg kedua yang akan dilakukan pada tanggal 29 Desember 2010 malam.

Gonzales & Bachdim - 2 icon baru timnas

 

Euphoria kebangkitan tim nasional sepakbola Indonesia yang prestasinya selalu timbul tenggelam sedang merebak, ditandai dengan banjirnya berita tentang timnas di media-media massa, televisi, dan perbincangan warga hingga ke warung-warung kopi. Lepas dari carut marutnya wajah PSSI, masyarakat Indonesia punya optimisme yang besar pada timnas dan keberhasilannya.

Waktu sang pelatih Alfred Riedl membatalkan pemanggilan pada Boaz Salossa karena striker handal itu tidak kunjung datang setelah melewati tenggat waktu yang ditetapkan pelatih tersebut, banyak orang bertanya-tanya akan efektivitas striker timnas. Sebagian lain mengacungi jempol (termasuk saya) atas ketegasan tersebut, karena keputusan ini membuat semua pemain menjadi lebih berdisiplin. Sekalipun secara manusiawi kita mungkin kasihan pada alasan Boaz yang menunggui anaknya yang sakit, keputusan telah dibuat dan tidak bisa dianulir. Padahal, kalau saja Boaz masuk dalam timnas, bisa dibayangkan betapa mengerikannya dua ujung tombak itu: Gonzales dan Boaz.

Kalau pun Indonesia tidak berhasil meraih piala AFF sebagaimana yang diidam-idamkan selama ini, timnas kita masih menjanjikan. Kalaupun tidak dengan Bambang Pamungkas dan beberapa pemain lain yang sudah melewati usia berkepala tiga, sistem dan strategi yang dirintis Alfred Riedl membawa angin yang segar dan optimisme yang besar.

Saya jadi teringat pada tim nasional Jerman yang gagal masuk ke babak final di Piala Dunia Afsel, namun tidak ada orang yang dirundung kekecewaan besar di Jerman sekalipun, karena tim yang didominasi wajah-wajah muda tersebut menjanjikan peremajaan dan masa depan sepak bola Jerman yang cemerlang. Sementara pengamat menyatakan, timnas Jerman akan menjadi sosok menakutkan di masa mendatang. Ketika mereka melumat Argentina yang digadang-gadang menjadi juara dunia, saat itulah kesebelasan lain mulai merasa ngeri pada kemampuan Der Panzer muda.

Kita berharap, timnas yang sekarang sedang dibesut oleh Alfred Riedl juga akan menjadi kekuatan yang menakutkan. Kompetisi lokal yang menggeliat keras akan menjadi sumber tak habis dari bakat-bakat baru pemain bola yang bagus. Rasanya sih, tidak mustahil untuk menemukan pemain yang berbakat dari banyak SSB dan bakat alam yang keluar dari kompetisi tersebut. Riedl adalah mantan striker di Austria sana, dan gaya serangannya telah menginspirasi mode serangan timnas, dan ini sungguh enak ditonton.

Dulu sekali, sebelum sport menjadi bisnis seperti sekarang, seorang teman yang pernah berkomentar sinis tentang putaran uang yang besar dalam dunia olah raga. Sponsorship Galatama dan Perserikatan, hadiah besar turnamen tenis dan bulu tangkis, biaya pembinaan bola voli, basket, dsb. Untuk apa?

Secara kasat mata, mungkin hanya nilai yang dipersoalkan di sini, tetapi pada kenyataannya ada hal yang jauh lebih bermakna. Kebanggaan nasional, rasa kebangsaan, dan sportivitas. Itulah yang tidak bisa dihargai dengan nilai uang, karena tidak bisa ditakar. Semua biaya yang dikeluarkan, hadiah yang dijanjikan, bisnis yang terlibat, semuanya menjadi pondasi tegaknya tim-tim nasional yang membanggakan di kancah kompetisi antar bangsa.

Dengan bangkitnya semangat kebangsaan seperti sekarang ini, duka karena bencana alam yang berurutan seperti sedikit terlupakan. Akhir tahun yang biasanya selalu diwarnai perasaan kelabu karena bencana, kali ini agak reda karena timnas PSSI yang membanggakan, yang memberikan janji masa depan sepak bola yang baik.

Bangkitlah garuda-garuda muda, terbanglah tinggi, bawa nasionalisme dan sportivitas bersamamu!

*Kami mendoakan kemenanganmu di leg ke dua di Senayan – dan merebut piala AFF untuk pertama kalinya ke Indonesia ….*

One Response to “Semangat Kebangsaan dan Sportivitas”

  1. jangan ada kompromi buat bangsa, pacu terus semangat

Leave a reply to dealer pulsa Cancel reply