Agustusan – Kontemplasi dan Kebanggaan

Catatan Akhir Agustus

upacara1Bulan lalu, bangsa ini genap berusia 64 tahun. Usia yang belum tua sebagai sebuah bangsa, bila dibandingkan dengan negara-negara Eropa dan Amerika. Indonesia juga tidak termasuk bangsa yang dianggap berkebudayaan tua Asia, seperti Cina dan India. Kalaupun di Indonesia ditemukan candi, prasasti, dan petilasan kebudayaan pra-sejarah, gaungnya tidak sampai ke masa sekarang. Bahkan bila dibandingkan dengan Korea dan Jepang yang bisa melestarikan budaya asli mereka dan hidup hingga masa sekarang, Indonesia masih kalah jauh.

Jepang dan Korea Selatan adalah contoh bangsa yang berkembang pesat dalam modernisasi di segala bidang kehidupan, namun tetap mempertahankan elemen tradisi yang mengakar kuat. Wajah modern dan tradisional bisa berjalan tanpa saling menjegal. Bila Jepang terkenal dengan upacara minum teh, budaya samurai, drama tradisional, kehidupan lautnya, hingga kebiasaan melepas sepatu di pintu, Korea Selatan sejak dulu dikenal sebagai negeri pengobatan kuno. Kimchi yang disebut sebagai makanan tradisional negeri itu diolah dengan sangat tradisional. Bukan hanya caranya yang konvensional, bahkan semua peralatannya pun tidak berubah sejak ratusan tahun silam. Semua peralatan masak dan makan dibuat untuk mendorong manfaat kesehatan bahan makanan yang akan dikonsumsi.

Kembali ke Indonesia, usia bangsa ini memang belum tua, namun berangsur-angsur menjelma menjadi sebuah entitas yang tidak bisa dianggap remeh di dunia. Letaknya yang sangat strategis, keluasannya yang membentang, kemajemukan kulturnya, dan potensi kekayaannya yang masih belum semuanya tereksplorasi, membuat Indonesia seperti permata khatulistiwa yang belum terasah benar.

Siapa yang berani mengatakan bahwa orang Indonesia lemah? Kelemahan yang tampak di permukaan sebenarnya bisa terjadi di bangsa manapun, namun kita merasa terpuruk karena membandingkan diri dengan bangsa lain yang lebih maju. Sebagian lagi karena adanya penilaian dari orang-orang kita sendiri yang pesimis seperti seekor katak dalam tempurung.

Tatkala umur bangsa ini masih muda, bahkan kita sudah bisa menegakkan Monas dan Masjid Istiqlal yang hingga sekarang kemegahannya tetap diakui. Kita pernah punya Ir Sutami yang mampu memikirkan konsep jembatan semanggi yang unik, karena pilarnya tidak tegak lurus. Daerah rawa disulap menjadi Ancol dan Dufan, Taman Mini Indonesia Indah, dan yang terakhir adalah prestasi pembangunan Suramadu. Pulau Jawa sekarang ini hampir seperti kota terpanjang di dunia, karena hampir tidak ada lagi wilayah yang sepenuhnya terisolasi. Infrastruktur sedemikian berkembang di sini.

Dalam berbagai carut marut politik, keamanan Indonesia harus diakui sebagai salah satu yang terbaik di dunia. Kecuali diprovokasi, kondisi serawan pemilihan umum pun tidak menimbulkan gejolak yang berarti. Tentara dan polisi bekerja sangat keras, namun dewasa ini mereka lebih banyak bekerja tidak show of force seperti masa orde baru. Tidak ada undang-undang anti subversi atau ISA (internal security act) seperti di Malaysia, akan tetapi semua tampak berjalan normal dan keamanan kondusif sekali. Kegeraman pemerintah pada terorisme mulai menampakkan hasil, gembong terorisme diidentifikasi, masyarakat aware pada bahaya terorisme, tanpa membuat masyarakat resah.

Dalam kondisi ekonomi yang tidak dikontrol ketat seperti halnya Malaysia (yang disubsidi habis sehingga 1 USD setara dengan 3 RM), di bawah pemerintahan yang sedang berlangsung ekonomi Indonesia terus menunjukkan perbaikan. Tahun ini, inflasi masih berada jauh di bawah 5%, artinya bahwa ada kestabilan yang bisa dipelihara oleh pemerintah, sehingga pelaku bisnis bisa juga lebih tenang. Bila pemerintah mampu menciptakan peraturan yang membuat pelaku bisnis yakin pada keamanan Indonesia, bukan tidak mungkin investasi asing kembali marak sebagaimana tahun-tahun sebelumnya.

Bicara soal prestasi, Indonesia adalah gudang seni dan budaya. Tak mengherankan “tetangga sebelah” gatal sekali mau meng-klaim sebagian seni budaya yang keberadaannya bahkan sudah lebih tua daripada Kerajaan Malaka sendiri. Katakanlah wayang kulit yang dikreasi oleh Sunan Kalijaga, batik, dan tari Pendet asal Bali. Dewasa ini, generasi mudah bangsa juga semakin banyak yang mengharumkan nama bangsa melalui berbagai olimpiade sains dan teknologi. Anak-anak muda kita sudah langganan membawa pulang medali dari “kandang-kandang singa” teknologi.

Bulan kemarin, kita semua memulai bulan Ramadhan, bulan suci bagi kaum Muslimin. Sebagai negara dengan penduduk Islam terbesar di dunia, sudah selayaknya bangsa ini menjadi contoh bagi pluralitas berbangsa dan beragama. Toleransi yang sudah menjadi akar budaya bangsa telah terbukti menjadi perekat kemajemukan tersebut. Justru karena mengamalkan firman Allah “lakum dinukum waliyadiin” kita tidak pernah merasa risih dalam menjalam ibadah. Besarnya peranan kaum Islam dalam pengembangan bangsa ini bukannya tidak dilihat oleh bangsa lain, bahkan Amerika Serikat yang dikenal sebagai tentara dunia, dan dianggap sebagai kiblat demokrasi dunia, menaruh hormat pada posisi kita.

Rasanya, bangsa ini memang perlu lebih menghormati dirinya sendiri, agar mampu berjalan dengan kepala tegak saat menempuh masa depan yang semakin sulit.

MERDEKA!

Leave a comment